Teori Tumbukan dan Teori Keadaan Transisi dalam Laju Reaksi


WANIBESAKc - Terjadinya reaksi kimia dapat dijelaskan melalui teori yaitu: teori tumbukan dan teori keadaan transisi.

1. Teori Tumbukan
Berdasarkan teori tumbukan, suatu reaksi kimia selalu diawali dengan tumbukan antar partikel pereaksi. Tumbukan dibedakan menjadi dua macam yakni tumbukan efektif dan tumbukan tidak efektif. Tumbukan yang menghasilkan reaksi sehingga terbentuk produk disebut tumbukan efektif, sedangkan tumbukan yang tidak menghasilkan reaksi disebut tumbukan tidak efektif. Ada dua faktor yang menentukan terjadinya tumbukan efektif atau tidak efektif, yaitu orientasi atau arah partikel pereaksi dan energi kinetik partikel pereaksi yang bertumbukan.

a.      Orientasi atau Arah Partikel Pereaksi
Tumbukan efektif terjadi jika partikel-partikel pereaksi mempunyai orientasi yang tepat pada saat bertumbukan. Jika orientasi partikel-partikel tidak tepat, maka terjadi tumbukan tidak efektif. Hal ini dapat dilihat pada tumbukan antara partikel NO dan N2O membentuk NO2 dan N2.
Persamaan reaksi:
NO(g) + N2O(g)   NO2(g) + N2(g)


Gambar:
(a) tumbukan efektif karena tumbukan terjadi pada posisi yang tepat.
(b) tumbukan tidak efektif karena tumbukan terjadi pada posisi yang tidak tepat.
(c) tumbukan tidak efektif karena molekul yang bertumbukan sama

b.      Energi Kinetik Partikel Pereaksi
Reaksi kimia akan terjadi jika energi partikel-partikel pereaksi yang bertumbukan mencukupi. Jika energi partikel-partikel yang bertumbukan tidak cukup maka tidak akan terjadi reaksi, walaupun tumbukan terjadi pada sisi yang tepat. Hal ini dapat dianalogikan dengan melempar sebuah batu pada kaca. Jika kaca tersebut tidak pecah berarti energi kinetik dari batu tidak cukup untuk memecahkan kaca. Demikian juga dengan reaksi kimia, agar reaksi berlangsung maka diperlukan energi yang cukup.

Jumlah energi minimum yang dibutuhkan oleh partikel-partikel pereaksi untuk mengawali reaksi disebut energi aktifasi (activation energy) yang dilambangkan Ea. 

Reaksi yang berlangsung pada suhu rendah memiliki energi aktifasi kecil atau rendah. Sebaliknya, reaksi yang hanya berlangsung pada suhu tinggi memiliki energi aktifasi besar atau tinggi.
Reaksi kimia dapat terjadi karena energi kinetik pereaksi sama dengan atau lebih besar dari energi aktifasi (Ek ≥ Ea). Sebaliknya reaksi kimia tidak terjadi jika energi kinetik pereaksi lebih kecil dari energi aktifasi (Ek < Ea). Energi kinetik pereaksi diperlukan untuk mengatasi gaya tolak yang terjadi antara elektron terluar dari masing-masing partikel.
Tumbukan dengan energi yang cukup sehingga terjadi reaksi dan tumbukan yang energinya tidak cukup sehingga tidak terjadi reaksi ditunjukan dengan gambar berikut.

Persamaan reaksi: C  +  AB  ----A  +  BC


Gambar: (a) Tumbukan dengan energi yang tidak cukup sehingga tidak terjadi reaksi
       (b) Tumbukan dengan energi yang cukup sehingga terjadi terjadi reaksi
(Sumber : Kimia SMA/MA kelas XI, Shidiq Premono dkk. Hal 79)


Energi pengaktifan ditafsirkan sebagai energi penghalang (barier) antara pereaksi dan produk. Agar terjadi reaksi maka pereaksi harus didorong melewati energi penghalang tersebut baru kemudian dapat berubah menjadi produk. Energi pengaktifan untuk semua reaksi, misalnya: A + B    C, umumnya memiliki bentuk grafik seperti pada Gambar berikut ini.



Gambar Energi aktifasi atau energi penghalang yang harus diatasi oleh setiap molekul pereaksi agar menjadi produk




Uji Kompetensi
1.      Tulislah 2 faktor yang menentukan terjadinya tumbukan efektif.


2.      Gambarlah orientasi partikel-partikel agar terjadi reaksi  pada persamaan-persamaan reaksi berikut.
(a)  H2(g) + I2(g)  2HI(g)

(b)  SO2(g) + NO2(g)  SO3(g) + NO(g)


2.  Teori Keadaan Transisi
Selain teori tumbukan, ada teori lain yang terkait dengan laju reaksi yaitu teori keadaan transisi. Teori keadaan transisi dapat digunakan untuk menjelaskan secara rinci apa yang terjadi sewaktu partikel-partikel pereaksi bertumbukan. Berdasarkan teori keadaan transisi, reaksi terjadi di melalui dua urutan.

Pertama : perubahan reaktan ke keadaan transisi.

Kedua :  perubahan keadaan transisi ke produk.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa, dalam suatu reaksi terdapat tiga keadaan yaitu keadaan awal (reaktan atau pereaksi), keadaaan transisi, dan keadaan akhir (hasil reaksi).
Keadaan transisi disebut juga kompleks teraktivasi. Keadaan transisi hanya ada dalam waktu yang sangat singkat, kemudian terurai kembali, dapat kembali menjadi pereaksi (dalam hal ini tidak terjadi reaksi) atau menjadi molekul-molekul produk.

Berdasarkan teori keadaan transisi, keadaan materi dapat ditunjukan dengan diagram tingkat energi (diagram profil energi potensial atar profil reaksi). Pada diagram tingkat energi, energi keadaan transisi selalu lebih tinggi daripada dua keadaan yang lain, tetapi kedaan awal dapat lebih tinggi atau lebih rendah daripada keadaan akhir. Bila keadaan awal lebih tinggi dari keadaan akhir, maka reaksi tersebut termasuk reaksi eksoterm. Begitupun sebaliknya, bila keadaan awal lebih rendah dari keadaan akhir, maka reaksi tersebut termasuk reaksi endoterm.


Gambar (a) Diagram tingkat energi reaksi eksoterm
   (b) Diagram tingkat energi reaksi endoterm


       
Contohnya reaksi yang terjadi antara NO dan O3. Pada saat terjadi tumbukan, partikel NO dan O3 akan bergabung melalui ikatan N---O membentuk gugus atom yang tidak stabil.
Selama reaksi berlangsung, ikatan O–O pada O3 yang tidak sekuat ikatan N = O pada NO, akan melemah dan ditulis sebagai ikatan O---O.





Uji Kompetensi
1. Susunanlah posisi atom dalam keadaan transisi untuk reaksi-reaksi berikut :
(a) H2(g) + I2(g)  2HI(g)
(b) SO2(g) + NO2(g)  SO3(g) + NO(g)
(c) NO(g) + Cl2(g)  NOCl(g) + Cl(g)

2. Gambarkan profil energi potensial atar profil reaksi untuk :
(a) H2(g) + I2(g)  2HI(g)                   H= +25,9 kJ/mol
(b) H2(g) + ½O2(g) H2O(g)              H= -242 kJ/mol



Tidak ada komentar:

IKUTI

KONTAK

Nama

Email *

Pesan *