Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi

WANIBESAKc - Laju reaksi suatu reaksi kimia dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu sifat dasar pereaksi, konsentrasi pereaksi, luas permukaan, suhu dan katalis.

1.      Sifat Dasar Pereaksi
Setiap zat baik unsur maupun senyawa, jika direaksikan akan memberikan laju yang berbeda-beda. Hal ini disebabkan masing-masing zat memiliki sifat yang berbeda-beda. Misalnya reaksi antara hidrogen dan fluor menghasilkan hidrogen fluorida pada suhu kamar berlangsung keras dan dapat menimbulkan ledakan.

Persamaan reaksinya:
H2(g) + F2(g)        2HF(g)

Namun pada suhu kamar, reaksi antara gas hidrogen dan oksigen menghasilkan air berjalan sangat lambat bahkan tidak terbentuk air walaupun konsentrasi pereaksi digunakan dalam jumlah yang sangat besar.
Persamaan reaksinya:
2H2(g) + O2(g)          2H2O(l)

2.      Konsentrasi Pereaksi
Makin besar konsentrasi pereaksi, makin besar laju reaksinya. Hal ini disebabkan larutan dengan konsentrasi tinggi (pekat) mengandung partikel zat terlarut lebih banyak dibanding larutan yang lebih encer. Berdasarkan teori tumbukan makin banyak partikel zat terlarut kemungkinan terjadinya tumbukan antar partikel makin besar akibatnya reaksi dapat berlangsung dengan cepat.



Gambar: (a) tumbukan antar partikel dalam larutan yang konsentrasinya rendah
       (b) tumbukan antar partikel dalam larutan yang konsentrasinya tinggi
(Sumber: Kimia SMA/MA kelas XI, Shidiq Premono dkk. Hal 80)


3.      Luas Permukaan Bidang Sentuh Pereaksi
Makin besar luas permukaan bidang sentuh pereaksi, maka reaksi kimia yang terjadi makin cepat. Hal ini disebabkan semakin besar luas permukaan, semakin besar pula bagian-bagian zat-zat yang bereaksi untuk saling bersentuhan. Luas permukaan bidang sentuh pereksi diperbesar dengan cara memperkecil ukuran pereaksi.

Gambar : (a) Tumbukan antar partikel pada zat yang luas permukaannya kecil
 (b) Tumbukan antar partikel pada zat yang luas permukaannya besar
(Sumber : Kimia SMA/MA kelas XI, Shidiq Premono dkk. Hal 80)

Luas permukaan zat dapat dianalogikan sebagai berikut. Bila kita mempunyai kubus dengan panjang sisi (panjang, lebar dan tinggi) masing-masing 5 cm. Maka luas permukaan satu sisi atau satu muka kubus adalah 5 x 5 = 25 cm2. Karena terdapat 6 muka kubus yakni depan, belakang, kiri, kanan, atas dan bawah maka luas permukaan kubus seluruhnya adalah  25 cm2  x  6  = 150 cm2.

Gambar Pengaruh ukuran zat terhadap luas permukaan. Semakin kecil ukuran, semakin besar luas permukaan.


Jika kubus tersebut dipecah menjadi 8 bagian dengan panjang sisi satu kubus adalah 2,5 cm. Luas permukaan salah satu kubus hasil pecahan tadi adalah  2,5 cm x 2,5 cm = 6,5 cm2.
Karena terdapat 48 muka dari 8 kubus maka luas permukaan kubus seluruhnya adalah 6,5 cm2 x 48 = 312  cm2.

Dari hal ini dapat disimpulkan bahwa untuk zat yang total volumnya sama, semakin kecil ukuran semakin besar luas permukaan. Semakin besar luas permukaan laju reaksi makin cepat.


4.      Suhu

Umumnya suhu makin tinggi laju reaksi makin meningkat atau makin cepat. Ha ini disebabkan peningkatan suhu menyebabkan partikel-partikel yang ada bergerak dengan cepat (energi kinetiknya meningkat) sehingga kemungkinan untuk terjadi tumbukan efektif makin besar. Pada umumnya, setiap kenaikan suhu 10 °C laju reaksi naik 2 kali lebih besar dari semula.



5.      Katalis
Reaksi kimia ada yang berlangsung cepat dan adapula yang berlangsung lambat. Untuk reaksi yang berlansung lambat dapat dipercepat dengan menambah zat tertentu yang disebut katalis atau katalisator. Katalis adalah zat terlibat dalam reaksi dan dapat mempercepat laju reaksi yang terjadi. Peritiwa peningkatan laju reaksi karena adanya suatu katalis disebut katalisis.


Katalis walaupun terlibat dalam reaksi tetapi tidak mengalami perubahan kimia secara permanen, sehingga pada akhir reaksi dapat diperoleh kembali. Katalis mempercepat reaksi dengan cara menurunkan harga energi aktivasi (Ea), dengan cara membuat jalan alternatif (jalan pintas) bagi pereaksi dalam membentuk produk seperti ditunjukan pada Gambar berikut.


Gambar:
(a)    Mekanisme reaksi yang ditempuh oleh katalis adalah dengan cara menurunkan energi pengaktifan reaksi.
(b)   Katalis memberikan jalan alternatif sehingga reaksi dapat berlangsung lebih cepat.


Meskipun katalis menurunkan energi aktivasi reaksi, tetapi tidak mempengaruhi perbedaan energi antara produk dan pereaksi. Dengan kata lain, penggunaan katalis tidak akan mengubah entalpi reaksi (∆Hr). Selain itu, perlu diperhatikan bahwa katalis tidak memulai reaksi, tetapi hanya mempengaruhi laju reaksinya. Artinya jika dua zat tidak bereaksi maka kedua zat tersebut tetap tidak akan bereaksi walaupun diberi katalis.

Katalis bekerja secara spesifik dan bekerja efektif pada suhu optimum. Artinya satu jenis katalis tidak dapat digunakan untuk semua jenis reaksi. Pada suhu di bawah atau di atas suhu optimum katalis bekerja tidak maksimal.
Berdasarkan wujudnya katalis terbagi menjadi dua jenis yaitu katalis homogen dan katalis heterogen.


1.      Katalis homogen yaitu katalis yang wujudnya sama dengan reaktan.

Contoh:
·        Katalisator gas NO dan NO2 dalam pembuatan gas SO3 dari gas SO2 dan O2 
        SO2 + O2    SO3

·        Katalisator ion H+ dalam proses hidrolisis sukrosa (C12H22O11)
        C12H22O11 + H2O     C6H12O6 (glukosa) + C6H12O6 (fruktosa)


2.      Katalis heterogen yaitu katalis yang wujudnya berbeda dengan reaktan.

Contoh:
·        Katalisator MnO2 dalam penguraian termal KClO3
        2KClO3   2KCl +  3O2

·        Katalisator Vanadium Oksida (V2O5) dalam pembuatan gas SO3
        2SO2 + O2 2SO3


Salah satu aplikasi katalis heterogen dalam kehidupan sehari-hari yaitu konverter katalitik. Konverter katalitik digunakan pada sistem pembuangan (knalpot) kendaraan bermotor dan pembuatan asam nitrat. Konverter katalitik terbuat dari logam-logam transisi seperti platina, nikel, paladium dan rodium atau oksida logam transisi seperti V2O5, Cr2O3 dan CuO.

Konverter katalitik memiliki dua fungsi utama yaitu:

- - Mengoksidasi gas karbon monoksida (CO) dan hidrokarbon yang tidak terbakar sempurna (CxHy) menjadi karbondioksida dan air.
2CO(g) + O2(g) 2CO2(g)
CxHy(g) + O2(g) xCO2(g) + yH2O(g)

- Mereduksi gas nitrogen oksida menjadi gas nitrogen dan oksigen.
2NO(g)   N2(g) + O2(g)


Gambar Bagian-bagian konverter katalitik
6.      Enzim

Telah diketahui bahwa laju reaksi akan meningkat secara tajam dengan naiknya suhu. Jika reaksi tertentu tidak cukup cepat pada suhu normal, kita dapat mempercepat lajunya dengan meningkatkan suhu reaksi. Namun demikian, terkadang upaya ini tidak layak dilakukan. Misalnya, sel mahluk hidup akan beroperasi secara normal pada suhu sekitar 37°C (suhu tubuh). Banyak reaksi biokimia dalam tubuh yang akan berlangsung terlalu lambat pada suhu ini bila tidak ada campur tangan zat lain. Dalam tubuh kita, berbagai proses biokimia dipercepat oleh katalis yang disebut enzim (biokatalis). Enzim merpakan molekul protein berukuran besar yang dapat meningkatkan laju reaksi biokimia dengan faktor 105 sampai dengan 1018.


Dalam reaksi yang dikatalisis oleh enzim, zat atau molekul awal disebut substrat. Enzim memiliki sisi aktif (active site), yaitu bagian enzim yang akan mengikat substrat. Bentuk sisi aktif enzim sangat spesifik sehingga  hanya molekul dengan bentuk tertentu yang dapat menjadi substrat bagi enzim. Oleh sebab itu enzim selalu bekerja secara spesifik; artinya suatu reaksi hanya dapat dipercepat oleh enzim tertentu saja. Enzim (E) yang telah bereaksi dengan molekul substrat (S) melalui sisi aktif akan membentuk kompleks enzim-substrat (ES). Setelah itu, kompleks ES terurai menghasilkan produk (P) dan enzim (E) dikembalikan lagi ke bentuk semula. Enzim ini dapat digunakan lagi untuk mengikat substrat lain. Secara singkat dapat dijabarkan sebagai berikut.

Cara kerja enzim dapat dijelaskan dengan dua teori, yaitu Teori gembok dan anak kunci (Lock and Key Theory) dan Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory).


Teori Lock and Key diajukan oleh Emil Fischer sekitar tahun 1894. Menurut teori lock and key, terjadinya reaksi antara substrat dengan enzim karena adanya kesesuaian bentuk ruang antara substrat dengan sisi aktif enzim (active site). Namun sisi aktif enzim cenderung kaku sehingga bentuk substrat harus disesuaikan dengan bentuk sisi aktif. Ketika reaksi berlangsung substrat sebagai kunci masuk ke dalam sisi aktif enzim yang berperan sebagai gembok, sehingga terjadi kompleks enzim-substrat. Setelah terbentuk produk, ikatan kompleks enzim-substrat terputus sehingga produk akan dilepas dan enzim akan kembali ke bentuk semula.




Gambar Teori Anak Kunci (Lock and Key Theory)
  
Walaupun teori lock and key menjelaskan kespesifikan enzim, namun gagal menjelaskan stabilisasi keadaan transisi yang dicapai oleh enzim. Pada tahun 1958, Daniel Koshland mengajukan modifikasi teori lock and key dengan mengajukan teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory). Teori ini yang sekarang paling banyak diterima. Menurut teori kecocokan induksi, sisi aktif enzim tidak bersifat kaku, tetapi lebih fleksibel. Oleh sebab itu ketika substrat memasuki sisi aktif enzim, bentuk sisi aktif  berubah sedemikian rupa hingga melingkupi substrat membentuk kompleks enzim-substrat. Setelah terbentuk produk, ikatan kompleks enzim-substrat terputus sehingga produk akan dilepas dan enzim kembali ke bentuk semula.

Gambar Teori Kecocokan Induksi (Induced Fit Theory)
7.      Autokatalis (Autocatalysis)

Dalam beberapa reaksi, produk yang terbentuk dapat bertindak sebagai katalis. Produk yang bertindak sebagai katalis dalam suatu reaksi disebut autokatalis. Contohnya reaksi antara kalium permanganat dengan larutan asam sebagai agen oksidasi kuat untuk membuat gas karbondioksida.

Persamaan reaksi:


2MnO4-(aq) + 16H+(aq) + 5C2O42-(aq)    2Mn2+(aq) + 10CO2(g) + 8H2O(l)

Reaksi di atas berlangsung cepat karena terbentuknya ion Mn2+ yang bertindak sebagai katalis.


8.      Inhibitor
Beberapa buku menyatakan katalis terbagi menjadi katalis positif dan katalis negatif. Katalis positif yaitu katalis yang mempercepat reaksi, sedangkan katalis negatif yaitu katalis yang memperlambat reaksi. Zat yang memperlambat reaksi (katalis negatif) disebut inhibitor. Cara kerja inhibitor merupakan kebalikan dari katalisator yaitu meningkatkan energi aktifasi.

Sejumlah kecil inhibitor dapat bertindak sebagai agen penstabil terutama bahan makanan untuk waktu yang lama. Misalnya BHA (butylated hydroxyanisole, C6H3(OH)(C4H9)(OCH3) yang digunakan sebagai pengawet.






Beberapa inhibitor disebut racun katalis, karena dapat menghilangkan fungsinya. Hal ini disebabkan inhibitor, dapat menutupi atau bereaksi dengan katalis. Misalnya timbal pada bensin dapat meracuni konverter katalitik. Hal ini disebabkan atom timbal hasil pembakaran bensin lebih mudah diserap oleh platina pada katalitik konverter dibanding molekul oksigen atau bensin yang tidak terbakar. Atom-atom timbal yang telah diserap akan menutupi akses ke platina sehingga menghancurkan fungsi katalitik konverter.

Banyak inhibitor pada reaksi enzim-katalis yang menempati sisi aktif enzim sehingga tidak ada ruang untuk substrat. Misalnya aksi obat antibakteri sulfa seperti sulfanilamida (sulfanilamide) diyakini melibatkan penghambatan enzim dalam bakteri, dalam hal ini substrat asam p-aminobenzoik. Penghambatan ini terjadi karena sulfanilamide dan molekul asam p-aminobenzoic memiliki bentuk dan ukuran yang sama seperti pada gambar berikut ini.
Jika molekul sulfanilamida menempati sisi aktif enzim yang mengkatalisis reaksi penting untuk bakteri, tidak akan ada ruang untuk molekul asam p-aminobenzoik. Enzim tidak dapat bertindak sebagai katalis dan bakteri akan mati. Beberapa insektisida dan herbisida bekerja dengan cara menghambat katalisis enzim pada serangga dan gulma. Banyak racun yang bertindak sebagai inhibitor enzim.

Beberapa contoh reaksi yang melibatkan katalis dan racun katalis di sajikan pada Tabel berikut ini.

Reaksi
Katalis
Racun Katalis
H2(g) + ½ O2(g) H2O(g)
SO2(g) + ½ O2(g) SO3(g)
C2H4(g) + H2(g) C2H6(g)
H2O2(g)  H2O(g) + ½O2(g)
Pt
Pt
Cu-Zn
Pt
CO, H2S, CS2
Senyawa-senyawa Arsen
CO, Hg
HCN, HgCl2



9.      Cahaya
Beberapa reaksi dipercepat oleh adanya cahaya. Contohnya reaksi fotosintesis pada tumbuhan hijau menghasilkan gula dengan bantuan cahaya matahari. Proses fotosintesis dikatalisis oleh klorofil yang memberi warna hijau pada tumbuhan.  Secara sederhana proses fotosintesis ditunjukan dengan reaksi berikut.



6H2O(g)  +  6CO2(g)   C6H12O6(s) + 6O2(g)

Tumbuhan menangkap cahaya menggunakan klorofil. Klorofil terdapat dalam organel yang disebut kloroplas. Meskipun seluruh bagian tumbuhan yang berwarna hijau mengandung kloroplas, namun sebagian besar energi dihasilkan di daun.
Contoh lain, reaksi yang dipercepat oleh cahaya adalah pembentukan perak dari perak bromida yang terjadi ketika sebuah film fotografi terkena cahaya.

Tidak ada komentar:

IKUTI

KONTAK

Nama

Email *

Pesan *