Dalam kehidupan ini, semua orang
membutuhkan air. Terdapat berbagai jenis air yang bisa kita temui. Ada air
sumur, air sungai, air keran, air mata, mata air, air laut, air danau, dan
jenis air lainnya. Dari semua jenis air yang tersedia, ada yang bisa diminum
ada yang tidak bisa.
Kita bisa saja minum air keran, namun air ini
tidak memenuhi berbagai tes laboratorium, baik untuk membuat larutan,
mengkalibrasi peralatan, atau untuk mencuci atau membersihkan gelas. Untuk
keperluan laboratorium harus digunakan air yang telah dimurnikan. Terdapat
beberapa metode pemurnian umum yakni reverse osmosis (RO), distilasi, dan
deionisasi.
Sebenarnya proses destilasi dan deionisasi serupa
karena keduanya dapat menghilangkan berbagai pengotor ionik yang berada dalam
air.
Walaupun demikian, air destilasi dan air
deionisasi tidak sama dan tidak dapat dipertukarkan untuk banyak keperluan di
laboratorium.
Mari kita lihat bagaimana destilasi (penyulingan)
dan deionisasi bekerja, perbedaan antara keduanya, kapan Anda harus menggunakan
jenis air ini, dan mengapa tidak boleh mengganti satu dengan yang lain.
Air destilasi sering disebut sebagai air suling
karena air tersebut adalah hasil penyulingan atau air hasil destilasi. Destilasi adalah salah satu metode
pemurnian campuran beberapa zat yang disasarkan pada perbedaan titik didih.
BAGAIMANA AIR SULING DAN AIR DEIONISASI BEKERJA
Air suling adalah jenis air demineralisasi yang
dimurnikan dengan menggunakan distilasi. Sumber air untuk distilasi bisa jadi
air keran, tetapi biasanya mata air yang paling sering digunakan. Dalam proses
destilasi, airnya direbus dan uap yang terbentuk dikondensasikan untuk
menghasilkan air suling.
Menggunakan cara ini, maka sebagian besar mineral
dan beberapa kotoran lainnya tertinggal. Namun perlu diperhatikan bahwa dalam
proses penyulingan, kemurnian dari air sumber sangat penting karena beberapa
kotoran (misalnya zat organik yang mudah menguap maupun merkuri) akan ikut
menguap bersamaan dengan air. Oleh sebab itu, distilasi atau penyulingan hanya
mampu menghilangkan garam dan partikulat yang sukar menguap.
Sedangkan air deionisasi dibuat dengan cara
mengalirkan air keran, air dari mata air atau air suling, melalui suatu resin
bermuatan listrik. Biasanya, tempat pertukaran ion digunakan campuran resin
bermuatan positif dan negatif.
Air deionisasi bersifat reaktif, sehingga
sifatnya mulai berubah setelah terpapar udara.
Air deionisasi memiliki pH 7 saat baru dibuat. Namun begitu bersentuhan dengan
udara, maka karbon dioksida (CO2) di udara akan bereaksi
menghasilkan ion H+ dan ion HCO3-. Reaksi ini akan
membuat pH air mendekati 5,6.
Oleh karena itu, proses deionisasi tidak mampu
menghilangkan spesies molekuler (misalnya gula) atau partikel organik berkapur.
Selain itu proses deionisasi tidak dapat menghilangkan kebanyakan bakteri dan
virus.
AIR DESTILASI VERSUS AIR DEIONISASI DI
LABORATORIUM
Dengan asumsi sumber air yang digunakan adalah
air keran atau mata air, maka air suling cukup murni untuk digunakan pada
hampir semua aplikasi laboratorium.
Dalam laboratorium, air suling biasanya digunakan:
# Sebagai pelarut dalam
membuat larutan.
# Sebagai pelarut dalam
Analisis Kimia.
# Untuk standar kalibrasi
alat.
# Membersihkan atau
mencuci barang-barang yang terbuat dari gelas.
# Sterilisasi peralatan.
# Membuat air kemurnian
tinggi.
Sedangkan kemurnian air deionisasi tergantung
pada sumber air. Air deionisasi digunakan saat seseorang membutuhkan pelarut
lunak.
Air deionisasi biasanya digunakan dalam:
# Pendingin.
# Autoklaf mikrobiologi.
# Banyak eksperimen kimia
yang melibatkan senyawa ionik.
# Membersihkan atau
mencuci gelas, terutama dibilasan terakhir.
# Persiapan pelarut.
# Standar kalibrasi.
# Dalam baterai.
Perlu diperhatikan bahwa dalam beberapa situasi,
air suling atau air deionisasi tidak digunakan dengan baik atau tidak dapat
dipertukarkan. Hal ini disebabkan air deionisasi bersifat korosif, sehingga
tidak bisa digunakan dalam situasi yang melibatkan kontak jangka panjang dengan
logam.
Seseorang mungkin tidak ingin mengganti satu
jenis air dengan air lainnya, tetapi jika Anda memiliki air deionisasi yang
terbuat dari air suling yang telah diletakkan di udara terbuka maka air
tersebut dapat berubah menjadi air suling biasa. Tidak apa-apa menggunakan
jenis air deionisasi sisa air distilasi ini. Kecuali Anda yakin itu tidak akan
mempengaruhi hasilnya, jangan mengganti satu jenis air dengan jenis air lainnya.
DAPATKAH KITA MINUM AIR SULING DAN AIR
DEIONISASI
Meski beberapa orang suka minum air suling,
sebenarnya bukan pilihan terbaik jika digunakan sebagai air minum. Hal ini
disebabkan kandungan mineral-mineral seperti kalsium, magnesium, dan besi, dalam air sangat
kurang. Walaupun demikian, air suling tidak begitu berbahaya bagi kesehatan
tubuh.
Bagaimana mineral-mineral tersebut bisa hilang??
Hal ini disebabkan karena ketika kita memanaskan
air sampai titik didihnya, hanya air yang menguap. Sedangkan mineral-mineral
yang terkandung di dalam air awal, akan tetap tertinggal sehingga akan dibuang
jika proses destilasi telah selesai.
Situasi lain yang bisa menyebabkan air suling tidak murni
adalah dari penggunaan peralatan yang terkontaminasi.
Kontaminan dalam air suling, bisa diberasal dari gelas atau
tabung pada setiap tahap proses penyulingan.
Juga, mungkin ada bahan kimia yang tidak diinginkan dalam
wadah yang digunakan untuk mengumpulkan air.
Sedangkan air deionisasi sebaiknya jangan pernah
meminumnya. Selain tidak memasok mineral, air deionisasi juga bersifat
korosif sehingga dapat menyebabkan kerusakan pada email gigi dan jaringan lunak
lainnya. Selain itu, proses deionisasi tidak dapat menghilangkan patogen, jadi
air deionisasi mungkin tidak menghilangkan berbagai kuman penyebab penyakit
menular.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar